Fenomena Gangnam Style



Tulisan ini umurnya udah tua kayak kamu yang lagi baca tulisan ini #becanda.  Kalo menurut file ini, last modified 10 Oktober 2012 pukul 1:28. Yak waktu itu lagi ngerjain sesuatu, kalo ga salah karya tulis tentang daun Torbangun (hayo tau ga itu daun apa) di Manhatan Faperta (bukan di Amrik sono).  Untungnya waktu itu masih ada orang di node Gusdur jadi berani sampe pagi nongkrong di situ sendirian ahaha. Niatnya ini mau dikirim ke Suara Mahasiswa di koran Sindo tapi ga nemu tema yang pas jadi mengendap deh di laptop T.T Yaa daripada dibiarin di laptop kan mending di-post di blog. Masih tentang kesenian nusantara, tentang kegeraman gua sebagai remaja Indonesia, kepada sesama remaja Indonesia dan non-remaja lainnya. Check it out~

--ooo--

Fenomena Gangnam Style: Potret Keminderan Anak Bangsa
Oleh: Deny Prasetyawan

Forum-forum internet, tayangan televisi, siaran radio, sampai di kehidupan sehari-hari yang melibatkan anak baru gede (ABG) di dalamnya sedang hangat membahas suatu gaya dansa baru yang berasal dari Korea, yaitu gangnam style.  Gerakan yang mirip dengan gerakan menunggang kuda dengan musik latar yang energik, unik, dan lucu pun segera menarik perhatian dan minat para anak muda.  Gangnam style praktis menjadi suatu mode baru, parameter “kegaulan” teranyar yang dikonvensikan secara spontan.

Bahkan baru-baru ini, ada sekelompok anak muda Korea yang secara nekat melakukan aksi flashmob (berdansa secara massal di suatu tempat dengan gerakan yang sama) di bundaran HI yang melibatkan massa sekitar 1.000 orang.  Bahkan para anak muda Korea itu sampai bertelanjang dada dan hanya memakai celana boxer di muka umum, dan ada 2 orang yang sampai terjun ke kolam yang ada di bundaran HI.

Mungkin bagi mereka hal itu menyenangkan dan seru, namun bagi sebagian kalangan termasuk saya hal itu amatlah miris.  Batasan moral (bertelanjang dada dan memakai celana boxer di muka umum) dilanggar begitu saja, dan kolam di bundaran HI yang merupakan fasilitas umum dan salah satu simbol Indonesia seakan dipermainkan.  

Minder

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kebudayaan terbesar dan terbanyak di dunia.  Wilayah geografis Indonesia yang amat luas, mampu menampung banyak suku dan masing-masing suku pun memiliki keunikan budaya tersendiri.  Namun dewasa ini timbul suatu kekhawatiran sendiri; tidak adanya penerus kebudayaan disebabkan oleh apatisme partisipasi anak muda yang justru diharapkan sebagai penerus kebudayaan daerah tersebut.

Menurut BPS, terdapat 1.218 suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia, dan itu berarti ada 1.218 budaya berbeda yang dibawa oleh masing-masing suku bangsa tersebut.  Dapat dibayangkan betapa kayanya bangsa kita dengan kebudayaan-kebudayaan yang beragam.  Begitu banyak tarian-tarian eksotis yang sarat makna kebudayaan lokal, pesan-pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan lain sebagainya. Musik-musik tradisional yang merdu, suaranya mampu menyatu dengan alam, sampai yang beraura mistis, melengkapi perbendaharaan keindahan dan keberagaman kebudayaan Indonesia.

Namun sayang sekali, semua keindahan-keindahan itu bagi sebagian besar kaum muda Indonesia tidak menarik minat mereka.  Kebanyakan tari-tari dan musik tradisional hanya diletakkan di bagian awal sebagai seremonial saja dalam acara-acara yang diadakan di sekolah-sekolah supaya dianggap menghormati kebudayaan Indonesia, padahal di acara yang sama ditampilkan juga tari-tari modern yang mempertontonkan aurat dan lekuk tubuh wanita yang justru mendapat tepukan tangan dan antusiasme yang lebih meriah daripada saat kesenian tradisional ditampilkan. 

Bangga akan budaya sendiri

Bangsa-bangsa dari Asia Timur seperti Jepang, Korea, dan Cina memiliki kebanggaan yang tinggi atas kebudayaan mereka sendiri.  Akar kebudayaan yang mereka miliki sangat kuat, begitupun dengan kecintaan dan kebanggaan mereka atas budaya mereka.  Bangsa Jepang terkenal tidak pandai berbahasa Inggris karena warganya lebih senang berbahasa Jepang, meskipun mereka sadar bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sering digunakan.

Kebanggaan atas kebudayaan sendirilah yang tidak dimiliki oleh bangsa kita.  Ibarat pepatah, rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri.  Padahal faktanya, banyak sekali orang-orang dari luar negeri yang sangat berminat pada kesenian tradisional Indonesia.  Mereka rela mempelajari budaya kita dan memperkenalkannya di negara mereka, sedangkan kita seakan tidak peduli, dan baru akan meradang jika ada bangsa lain yang mengklaim budaya kita.

Sudah saatnya semua elemen masyakarat, bahkan negara untuk bergerak bersama menjaga kebudayaan kita agar tidak hilang.  Pemerintah harus memberi insentif dan bantuan agar pusat-pusat pelestarian kebudayaan tetap beroperasi.  Para pemuda mau meneruskan warisan kebudayaan dengan mempelajarinya.  Masyarakat umum memberikan dorongan positif kepada gerakan-gerakan positif dalam pelestarian kebudayaan.  Kalau itu semua dilaksanakan, niscaya kebudayaan kita akan mengakar kuat dan tidak akan lekang dimakan waktu.  Tidak perlu lagi ada rasa minder, menganggap lebih keren gerakan menunggang kuda yang minim makna dibandingkan gerakan-gerakan indah dan sarat makna yang berasal dari kebudayaan kita sendiri.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Al-Kahfi: Sebuah Testimoni

Journey Beyond the Lands #6: Opname (part 1)