Tami Merpati, Menguji Cinta


Merpati termasuk burung yang hebat karena ia dapat menemukan jalan pulang meskipun jaraknya ribuan kilometer.  Oleh karena itu, merpati pos sering digunakan untuk mengirim surat.


Tami adalah seekor burung dara yang cantik nan rupawan.  Berpuluh merpati jantan telah mencoba peruntungan untuk mempersuntingnya.  Namun sayang, tak satu pun jua yang berkenan di hati sang dara.  Sampai akhirnya Tami berjumpa dengan seekor perjaka merpati tampan yang anehnya justru seolah tak mengindahkan kehadiran sang dara yang rupawan.
Tami terbakar oleh rasa penasaran, ingin sekali ia mengajak si tampan berkenalan.  Amboi, ketika Tami mengulurkan kesempatan, si Jaka malahtertunduk tak bersuara, hanya merah meronai semburat wajahnya.  Dengan gigih, Tami akhirnya meminang paksa.  Entah apa sebenarnya yang ada di lubuk hati sang Jaka, tapi toh ia menerimanya.

 
Tak terasa tiga purnama terlalui sudah.  Sang Jaka tetaplah sebagaimana sediakala, pemalu dan bijaksana.  Sedikit sekali kata terlontar dari paruhnya.  Tak seperti lazimnya pasangan muda yang dimabuk cinta, kata ayang´diobral seroyalnya.  Tami gundah, ia resah dan gelisah.  “Benarkah ia mencintaiku?” bisik hati kecilnya.
Lama kelamaan keraguan itu kian menghantui.  Tami pun merasa dirinya semakin tak berarti.  Perlahan tapi pasti, tumbuh pikiran untuk membuktikan, benarkah ia memang dibutuhkan?  Akhirnya, Tami nekat menuruti gejolak keresahan.  Ia lelah menanti dalam sebuah ketidakpastian.  Tami pun terbang meninggalkan sarang tanpa tujuan.  Ia hanya menuruti ke mana kepakan sayap-sayap mungilnya membawa.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.  Saat Tami terbang tanpa tujuan, datanglah badai angin topan dahsyat yang mendera atmosfer dengan hebatnya.  Tami terlontar, membumbung tinggi terbawa dalam pusaran.  Tak berdaya ia mengepakkan sayapnya.  Ketakutan dan kegelapan segera saja melanda.  Bahkan, Tami berpikir bahwa tamat sudah riwayatnya.  Ternyata, keajaiban itu memang ada, Tami selamat.  Ia hanyut dalam gejolak liar arus udara sejauh 6.000 kilometer dari tempatnya semula.  Tami  terdampar di sebuah pulau kecil tak bertuan  isinya hanya lima batang pohon randu tua, di sekelilingnya membiru air laut samudera.  Sejauh Tami melepas pandang, tak satu pun titik yang dapat diamatinya.  “Yah, inilah ujung dunia,” piker Tami.
Tamat sudah segalanya.  Delapan bulan telah berlalu, air mata Tami telah mongering dan kelopaknya kini berdebu.  Pandangannya kabur dan hampir seluruh harapannya habis terkubur.  Ia yakin, inilah hukuman baginya yang telah menyia-nyiakan cinta.
Tiba-tiba, dalam puncak kelelahannya, Tami seolah melihat fatamorgana. Secercah noktah hitam muncul dari balik cakrawala.  Makin lama noktah itu makin mendekat dan kepakannya makin terlihat.  Tami nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Sang Jaka akhirnya hinggap sempurna di ranting randu tua yang kerontang, tepat di sisi istrinya.  Tami tak kuasa untuk berkata-kata.  Ditatapnya sang Jaka yang nyaris botak sempurna.  Seluruh helai bulunya gugur dalam perjalanan menyabung nyawa dan kelopak matanya lebam menghitam dengan kelelahan yang mendalam.  Sekujur tubuhnya tersayat-sayat luka meski rasanya tak sepedih ditinggalkan cinta.
Akhirnya, untuk kali pertama sang Jaka berkata, “Kusiapkan sedikit ruang kecil di hatiku untuk kau tempati dan kusisihkan sebagian terbesarnya untuk sang Empunya segala ketetapan-Nya.  Aku yakin, ruang itu kelak akan terisi oleh rasa sakit, kecewa, sedih, dan timbunan benih-benih harapan yang gagagl disemaikan.  Namun, ruang kecilmu, Sayang, telah kuukur melampaui rentang tujuh samudera…” 


Hikmah: CINTA memang tak berbatas tegas, tetapi dalam proses memaknainya kita harus memiliki orientasi yang jelas.  Setiap makhluk layak untuk dicintai.  Namun ingat, ada Yang Mahalayak senantiasa menanti.  Jadikanlah semua cinta dalam hidup ini sebagian anak tangga yang dititi untuk mencapai hakikat cinta yang sejati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Al-Kahfi: Sebuah Testimoni

Journey Beyond the Lands #6: Opname (part 1)