Journey Beyond the Lands #4: Baito

Sejak pertama kali tau dapet kesempatan untuk belajar ke Jepang (which was around 3years ago), gua bertekad untuk ga minta uang ke papa mama, dan hidup dari uang beasiswa serta uang penghasilan sendiri di Jepang. Sekitar masa itu juga, denger cerita kalo para senpai yang sudah mendahului dengan program yang sama, juga bisa beli beberapa barang lewat jerih payah sendiri, semacam kamera, baju, dan lain-lain. Malah ada senpai yang bisa beli DSLR sendiri setelah 1 tahun di Jepang.

Tahu tentang hal itu, praktislah gua yang rakus banyak maunya ini, udah kebayang-bayang beli kamera idaman, dan barang-barang idaman lainnya yang ga pernah bisa kebeli sewaktu masih di Indonesia.

Sesampai di Jepang, dan beberapa bulan setelahnya, alhamdulillah dapet kesempatan part time di kampus, tugasnya bersihin ruangan kelas dan lingkungan kampus secara umum, bertim dengan anak-anak Indonesia lain, dan/atau dipasangkan dengan mahasiswa dari negara lain. Itu pengalaman part time pertama di Jepang. Oiya, part time di Jepang itu lazim disebut arubaito, lebih disingkat lagi dengan baito, yang berakar dari kata arbeit, bahasa Jerman, yang artinya bekerja.



Part time yang enak, karena kerjanya gampang tidak terlalu berat, dimulai pukul 7 dan selesai pukul 8.30, 30 menit sebelum jam kuliah pertama. Biasanya kalau sekamar ada yang sama-sama kuliah jam pertama, akan rebutan tuh yang namanya kamar mandi, karena pastinya setelah baito, badan keringetan. Lepas baito, balik asrama, mandi, berangkat ke kelas deh. Waktu itu rasanya uang gaji part time cuma cukup buat nutupii kebutuhan sehari-hari, dan jajan memanjakan perut aja deh..

Lalu, *jengjengjeng* di kampus gua itu ada yang namanya Shuukakusai (収穫祭) atau Festival Panen. Mengenai hal ini akan dijelaskan di post terpisah yawh. Nah di situ, dapet lagi kesempatan part time, jualan lumpia! Dari hasil jualan lumpia itu, alhamdulillah dapet lumayan banyak (hehe), dan di bulan Desember 2013, lahirlah si cantik PC rakitan yang udah menemani 3 tahun ini.

Menjelang akhir tahun pertama, inget banget waktu itu di Februari 2014, dapet kesempatan baito di tempatnya senior (setelah ini disebut senpai) kerja di daerah Roppongi Hills. Just for your record, Roppongi, terutama Roppongi Hills itu dikenal sebagai tempat dugem dan senang-senang, slightly dangerous place. Lalu tepat tanggal 14 Februari 2014, hari Jumat, hari pertama gue kerja di restoran sebagai tukang cuci piring. Hari itu juga turun badai salju yang lumayan besar, cukup besar sampe jalanan Tokyo tertutup salju putih (iyalah putih).

Baito di restoran di Roppongi selama libur musim semi pertama, alhamdulillah bisa menghasilkan kamera perdana hasil keringat sendiri! Ga nyangka aja setelah beres melahirkan PC rakitan, bisa kebeli kamera. Hal yang ga pernah terpikirkan, even in my wildest dream.

Lalu sekitar bulan Juni atau Juli, gue nambah baito lagi di restoran tempat kerja senpai yang lain, deket dengan tempat baito yang pertama, yaitu di daerah Akasaka, cuma beda 2-3 stasiun. Sebenernya dari awal pengen di resto ini karena denger bosnya baik dan asik, makanan pun meski ga ada label halal, tapi terjamin halal karena ga ada yang aneh-aneh. Akhirnya, resmilah gua kerja di 2 tempat (yeay).

Waktu itu ga kepikiran buat nabung, alhasil uang yang didapat seakan menguap, abis buat beli kosmetik di Dota (HAHA ini jangan ditiru), hef fun (red: makan enak), dan beli barang-barang ga penting lainnya di Amazon.

Pernah satu masa, dimana gua harus juggling, antara 2 tempat baito itu. 5 jam di Roppongi, lalu di antara break 1 jam harus ke Akasaka untuk baito for another 5 jam. Itu dilakuin waktu libur musim panas sih, jadi tenang aja ga ganggu kuliah :P Untungnya saat itu, ada kegiatan naik gunung Fuji, dan di akhir Agustus ada program magang pertanian di Hokkaido, jadi baito 10 jam itu gua anggap latihan fisik, dan alhamdulillah sangat membantu untuk kedua kegiatan tersebut. Tapi beneran nyesel, kenapa uangnya ga ditabung yaahh....

Sepulang dari Hokkaido, baito di Roppongi jadi gajelas, karena lagi banyak rotasi pegawai di sana, dan alhasil gua ga pernah masukin jadwal lagi, praktis menghilang begitu aja dari sana (hehe), menyisakan baito di Akasaka sebagai sumber pemasukan. Yah, lumayanlah buat makan dan belanja beberapa barang di Amazon dan kosmetik Dota hehehehe.

Nah, masuk di musim semi 2015, gua mulai mengenal yang namanya baito nge-guide dari seorang senpai, kak Indrawan, yang sangat berjasa banget (makasih banyak kak!). Dari baito ngeguide ini, gua jadi tau banyak tempat di Jepang, di Tokyo khususnya yang asik buat didatengin untuk tamu-tamu dari Indonesia. Sebelumnya gua yang belum pernah ke Odaiba atau Kawaguchiko selama 2 tahun di Jepang, sejak baito guide, udah ga keitung berapa kali ke 2 tempat itu. Gua yang selama 2 tahun di Jepang baru 1x naik Tokyo Skytree, sejak ngeguide udah ga keitung berapa kali naik Skytree sampek bosen, gratis pulak (wkwkwk). Alhamdulillah atas karunia-Nya hehe.

Nah, dari ka Indrawan ini jugalah gua "ditantang" oleh dia untuk belajar nabung, karena dari pengalaman dia sendiri nyesel karena lumayan terlambat untuk hal nabung ini, dia baru sadar ketika udah masuk dunia kerja. Dari 2015 lah gua mulai coba untuk nabung, sebulan sekian puluh ribu yen, yang alhamdulillah dalam setahun nabung aja bisa dapet jauh lebih banyak dari target yang diinginkan. Sekali lagi, makasih banyak ka Indrawan!

Lalu yang terbaru sekarang, dapat kepercayaan jadi interpreter untuk JAEC (Japan Agricultural Exchange Council), menjembatani antara petani di Jepang dan petani muda Indonesia yang datang ke Jepang untuk belajar pertanian di sini. Sebenernya lagi-lagi ini warisan dari senpai yang lain, karena ybs udah lulus jadi butuh pengganti. Cerita lebih detailnya mungkin di post selanjutnya kalau ga males nulis.

Begitu introduksi ringan soal perjalanan baito gue selama hampir 4 tahun ini di Jepang. Banyak yang bilang, begitu kenal sama baito, biasanya akan lupa dengan tugas utama sebagai pelajar di Jepang ini. Iyah, gua akui seperti itu ^^; Kadang jadi lebih rajin dan bela-belain baito daripada belajar, itu jelek banget, ga boleh. Semoga di semester depan gua bisa alokasi waktu lebih banyak untuk belajar lebih, selagi dapet kesempatan untuk belajar di sini. Promise!

Di postingan selanjutnya, akan dibahas secara lebih rinci lagi tentang baito di Jepang; jenis-jenisnya, salary, dan tetek bengek lainnya. Until next time folks!


Foto waktu si cantik ini pertama kali berfungsi. FeelsGoodMan.

Mouse gaming pertama, yang masih dipake dan enak dipake sampe sekarang, klik klik klik!!

Candid waktu lagi asik "bertapa"

 Ini dia si kamera perdana, Canon EOS M2 yang sekarang udah dijual T.T

 
Setelahnya, kita kedatangan GoPro Hero 4 Silver

Lalu anggota paling muda, Canon EOS M3


P.S.: Intinya sih, bukan mau pamer, bukan, cuma emang mau pamer aja cuma mau berbagi aja kalau 1, menjaga silaturahim itu penting, terutama di tanah rantau, karena kondisinya kita gatau apa-apa dengan medan, sehingga butuh senior untuk kita mintai tolong, mintai saran dan nasihat. 2, be active and desire for something. Kalau kamu butuh sesuatu, bilang dan buktikan kesungguhanmu. Kalau dulu gua ga bilang sama senpai kalo butuh tambahan, maka ga akan ditawarin part time. Pun kalo gua ga sepenuh hati dan buktiin kalo gua serius ngejalaninnya, gua pun ga akan dapet kepercayaan dari senpai. Well, sebenernya itu common sense sih, tapi adaa aja orang(-orang) yang ga paham hal itu. Hehe.

Until next time!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Al-Kahfi: Sebuah Testimoni

Journey Beyond the Lands #6: Opname (part 1)