Journey Beyond the Lands #9: Opname (part 2)

Well well well, it's been ages since the last time I talked about my health condition, isn't it? Kelamaan ditunda dan..... akhirnya bener-bener lupa sampai mana kelanjutan kisah opname di Jepang (sampek beres lagi pengobatannya).
Sorejya, kita mulai dari situ saja lah (situ mana).


Long story short, setelah dapet kamar dan menunggu 2 hari tanpa perlakuan (fyi, selama 2 hari itu, harus minum pain killer dan obat penurun demam, unless suhu tubuh bisa naik sampe 41 derajat dan badan meriang hebat, sampe kasur ikut goyang), tibalah di hari Senin. Dokternya cewe, sudah agak berumur, kira-kira 40-50 tahun (sedangkan dokternya pasien sebelah, lebih muda dan cakep.....#plak).

Langsung diperika ini itu, dan dilakukan pengambilan cairan dalam paru, lagi. Kali ini, somehow alatnya lebih sederhana dan compact. Lalu, tibalah saatnya dieksekusi... Dianestesi, cus, aw, sakit. Tapi hebatnya, sewaktu diambil cairan, ga kerasa sakit sama sekali, beda banget dengan pengalaman di IGD di Jumat dinihari. Dan guess what, seginilah cairan (little did i know the later day, that it is called effusion (efusi) by medical term) yang berhasil diambil di hari Senin itu.


4 tabung guede!! Membandingkan sewaktu di UGD yang "cuma" dapet ga sampe 1 tabung yang rasa jarum nyodok-nyodok deket paru dan sakitnya gamau nginget lagi, such a difference! Sasuga dokter spesialis, memang beda tangannya.
Setelah diambil cairan, badan kerasa lebih enak, dan interval demam jadi lebih panjang. Oh iya, sebelumnya demamnya akan naik tiap 8 jam setelah efek obat abis. Obat demam boleh diminum tiap demam menyerang (gua naro batas atas 41 derajat), tapi harus dikasih interval 6-8 jam, or else, akan kasih beban yang terlalu berat untuk hati dan ginjal (obat keras). Tapi di kemudian hari, obatnya diganti dengan jenis lain, karena dari hasil tes darah, terlihat inflamasi di hati, yang kalo dibiarkan bisa lebih parah (interval minum obat demam yang baru tiap 12 jam).

Since then, kegiatan tiap hari, solat jam 5.30, baca-baca, main hp, cek darah jam 6 (tiap 2 hari), sarapan jam 8, kunjungan dokter antara jam 10-11 (terkadang ada tes-tes tertentu, yang paling sering rontgen), makan siang jam 12, bobo ciang, makan malam jam 6 (iyah, makan sore yak), jam besuk sampe jam 8, dan setelahnya tidur. Begitu tiyap hari. Selama 18 hari. Oyah, di 1 minggu pertama, gua masih pake infus (first time in my lyfe bruh!), diganti per 6 jam (kalo ga salah).

Kalo ditanya, apa yang paling ga enakin? Adalah kalo demam udah kambuh malem-malem, obat abis, dan suster belum naro obat. You know rasanya salah masukin sambel kebanyakan ke baso/mie ayam, trus abangnya ga punya aer dan harus nimba dulu di sumur rt sebelah? Kayak gitu deh.

Nah, seminggu pertama ini ada buaanyak banget tes yang harus gua jalani, karena masih belum jelas apa yang gua derita. Mulai dari sedot cairan, CT Scan, CT Scan lagi (kali ini pake cairan khusus yang dimasukin lewat infus supaya bisa keluar warna di monitornya), sampek ini sih yang paling sadis.

Ambil jaringan pleura.

Tau kan pleura? Itu adalah lapisan yang menyelimuti paru-paru kita. Nah, para dokter udah ada 1 hipotesis saat itu, nama penyakitnya adalah 胸膜炎結核性(Kyoumakuen Kekkakusei/Pleurisy tuberculosis), jadi untuk membuktikan hipotesis dokter, harus diambil lah jaringan pleura gua. Tau apa artinya? Mereka harus membelah melewati otot dan tulang, menembus ke lapisan terluar paru-paru gua. No no no, ga cuma itu, ditambah, harus ngambil secuil jaringan pleura-nya.
What. The. Actual. Fun.
But well, ga ada cara lain. Ga mungkin kan dengan komando mindpower gua, meminta paru-paru untuk menyisihkan sebagian jaringan pleura dan mengeluarkan lewat dahak supaya gua ga perlu melewati hal kejam seperti yang disebut di atas.

Baiklah dokter. Mari kita lakukan.
(anyway gua sampe disuruh tanda tangan letter of consent gitu kayak di pilm-pilm, in case something not wanted happened - but thanks God it didnt)

Hari itu hari Kamis sore, masih ingat banget. Paginya gua dilarang sarapan dan hanya diperbolehkan minum air, itu pun ga boleh banyak, karena gua mau dioperasi kecil. Gua pun dibawa ke 1 ruang, dan disuruh duduk membelakangi kursi (karena mereka akan "masuk" lewat punggung sebelah kiri). Kalo waktu diambil cairan, rasanya anestesi "cuma" 2x, tapi kali ini sampe 4-5x suntik.
(btw asli merinding bos inget rasanya waktu itu #ciee)
Setelah anestesi dirasa sudah ngefek, dokter pun mulai membuka luka di punggung biar alatnya bisa masuk. Itu asli rasanya kayak ada benda asing merogoh-rogoh dalam badan. Kadang naik ke atas, kadang ke bawah, ke kanan, ke kiri. Supaya lebih gampang dirogoh dan ambil jaringan, dokter minta gua buat tarik napas, buang napas. Oiya, waktu itu ada 3 dokter dan 2 suster. Mulut gua disumbat handuk basah buat nahan sakit.

Guess what, setelah kira-kira 5 menit merogoh, efek anestesi mulai berkurang, dan gua (agak) mengerang kesakitan, dan anestesi ditambah lagi. Wihii
Perogohan alhamdulillah berakhir setelah kira-kira 10 menit berlangsung. Dan, inilah hasilnya.


APAAN NIH! ABIS GUA DIROGOH SELAMA ITU, CUMA SEUPRIT DOANG! EMANG CUKUP DOK!?
Begitu pengennya gua menuntut, tapi ya sudah, mereka lebih paham badan gua daripada gua sendiri. Akhirnya gua pun ikhlas, dan dibawa ke ruang rontgen pakek kursi roda oleh suster (susternya maunya yang cakep dong :( ). Somehow gua literally kesulitan berdiri waktu itu, mungkin efek anestesi. Sekitar jam 4an dokternya dateng ke kamar, dan bilang bahwa pengobatan untuk TBC sudah bisa dimulai (yes, sampai hari itu gua belum minum obat apa-apa kecuali penurun demam). 1 hari 1x setelah sarapan harus minum obat setumprak, seperti ini


Yes, awalnya ada 11 butir obat yang harus diminum setiap bada sarapan, lalu yang obat kecil di kanan atas, baru dikasih setelah rawat jalan.
(Guess what, gua harus minum obat-obat itu selama 9 bulan non-stop, ga boleh putus barang 1 hari. Kalo putus, harus ngulang dari awal. Prok prok prok.)

Dan berakhirlah hari yang panjang itu....

Days after that...
Setelah hari itu, tugas gua cuma recovery supaya interval demam ga terlalu sering. Jadi literally kerjaan di RS cuma makan, tidur, baca, main hp, ngecengin suster, galau #lah, nguping orang sebelah, seputar itu aja. But man, betapa beruntungnya gua, di saat musim libur musim semi, orang-orang yang sebenernya bisa memilih liburan jauh-jauh dari Tokyo, rela dateng ke RS dan jenguk gua :")
Mulai dari temen-temen di PPI Kanto, temen-temen liqo, temen-temen seangkatan, sampek sensei pun dateng 2x. I'm so, so, so blessed.
Mereka pun dateng ga dengan tangan kosong, tapi selalu ada aja yang dibawain. Seperti ini.

Dari apel, pisang, sampek stroberi numpuk selama berhari-hari, ditaro di lemari, untuk mempercepat penyembuhan diri (ayyy).
Semoga kalian-kalian yang udah nyempetin waktunya untuk jenguk, mendapat balasan yang sebanyak-banyaknya. You guys don't know how much I feel so grateful for all these things <3 Dan yah, gua abisin semua buahnya tanpa nyisa, yummy! Sampek ada suster yang heran dan takjub gitu, "ini kayaknya pasien ini orang berpengaruh banget yah sampe banyak dijengukin dan sajennya banyak begitu".

Ngomong-ngomong soal makanan, itu 3x sehari, jadwalnya jam 8 sarapan, 12 makan siang, dan jam 6 makan malam(sore). Dari awal gua udah bilang kalo gua Muslim dan gabisa makan beberapa jenis makanan, seperti yang mengandung babi atau alkohol. Bahkan saking perhatiannya mereka, pernah 1x mereka bawa shoyuu (kecap asin) untuk bahan masakan dan ngecek ke gua bisa atau ga shoyu itu dipake di makanan untuk gua (ada beberapa shoyu yang mengandung alkohol). Kira-kira begini checklist menu yang dibawakan tiap hari.

Beneran ditulis kalo makanan untuk gua, gaboleh pake alkohol dan babi.
Tapi yah, namanya makanan RS, seenak apapun keliatannya, tetep rasanya hambar, almost straight. Paling menunya salmon bakar, salad, sayuran aneh nan pait, gitu-gitu deh. Nah suatu hari, datanglah mas Amin sang koki PPI Kanto, bawa ayam serundeng!! WOW!! Kebetulan doi dateng setelah jam makan malam, dan gua baru beres makan, tadinya mau nolak. Tapi setelah 1 suap........ semuanya ludes blas

Terimakasih mas Amin!!

Setelah hari-hari penuh kegabutan, karena gua memohon ke dokter untuk dipulangin aja, akhirnya setelah hasil tes darah membaik (CRP, indikator inflamasi di hati menurun signifikan), gua diperbolehkan pulang!!
Normalnya penderita TBC di Jepang itu "dikarantina" selama 5 bulan untuk menghindari penularan. Untungnya, TBC yang gua idap, somehow ga/belum sampai tahap bisa menular.

Tepat tanggal 28 Februari, setelah 18 hari mengendap di RS, gua pun kembali menghirup udara segar luar RS (selama itu literally ada di dalam ruangan dan ga keluar se-senti pun dari RS).

Panjang juga yah. Niyatnya mau menghabiskan di part 2 ini, tapi ternyata harus disambungkan ke part 3. Terima kasih untuk kamu yang sudah membaca kata per kata dan paragraf per paragraf. Kita jumpa di part ke-3!

Komentar

  1. MASYA ALLAH,, mas itu obatnya kuhitungin beneran dan MEMANG 18 butir y. :'D
    Satu pertanyaan: kok bisa dapetin foto jaringan pleura, cairan yg diambil dari paru, sama menu makanannya sih? Memang mas deny abis dioperasi, langsung pegang hape?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk iyah Din, ada 1 waktu harus minum segitu di pagi hari selama beberapa minggu :D
      Iyah, kan cuma operasi kecil, dan sengaja bawa hp kalikali ada hal menarik, dan voila, dapet deh!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Al-Kahfi: Sebuah Testimoni

Journey Beyond the Lands #6: Opname (part 1)